Hubungan Manusia dengan Lingkungan
hidup tidak dapat dipisahkan bahkan saling mempengaruhi. Lingkungan Hidup yang
berkualitas akan berpengaruh baik pada manusia, sebaliknya Lingkungan Hidup
yang tidak berkualitan akan memberi dampak buruk terhadap manusia.
Kualitas Lingkungan Hidup sangat
banyak dipengaruhi oleh ulah manusia, beberapa kerusakan Lingkungan Hidup yang
terjadi saat ini antara lain seperti penggundulan hutan, pencemaran udara,
pencemaran air, berkurangnya kesuburan tanah, menipisnya lapisan ozon di
atmosfer dan gejala global warming semua terjadi akibat ulah manusia.
Akibat yang terjadi manakala terjadi
Pencemaran dan kerusakan Lingkungan Hidup mulai terasa oleh kita saat ini.
Banyak musibah banjir di beberapa daerah, tanah longsor, kekeringan di musim
kemarau dan suhu bumi yang semakin panas.
Mengingat demikian besar dampak dari
Lingkungan hidup yang tidak berkualitas maka di institusi pendidikan
diselenggarakan Pendidikan Lingkungan Hidup.
Dasar Hukum Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH):
- UU RI No 20 Tahun 2007, tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
- UU RI No 22 Tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah (Pemda)
- UU RI No 23 Tahun 1997, tentang Pengeloaan Lingkungan Hidup
- PP RI No 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan
- PP RI No 27 Tahun 1995, tentang Analisi Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal)
- Kesepakan bersama Kementrian Negara Lingkungan Hidup dengan Departemen Pendidikan Nasional Kep 07/MenLH/2005 dan No 05/VI/KB/2005 tentang Pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup.
Salah satu gambar kegiatan tentang PLH :
Pada tanggal 5 Juni biasa
diperingati sebagai hari lingkungan hidup, momentum ini cenderung diperingati
sebagai titik pijak untuk menyadarkan umat manusia memelihara lingkungan hidup.
Hal terakhir itu tentu lebih relevan lagi diterapkan pada generasi muda.
Salah satu solusi untuk itu adalah
melalui pendidikan lingkungan hidup. Pendidikan lingkungan itu tentu sangat
urgen, mengigat semakin parahnya kerusakan lingkungan hidup yang menyebabkan
menurunnya kwalitas kehidupan.
Manusia sebagai penguasa lingkungan
hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan hidup.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi mampu merubah wajah
dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk kehidupan modern seperti
sekarang ini. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak
diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya.
Kerusakan lingkungan hidup terjadi
karena adanya tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung
sifat fisik dan/atau hayati sehingga lingkungan hidup tidak berfungsi lagi
dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (KMNLH, 1998). Kerusakan lingkungan
hidup terjadi di darat, udara, maupun di air.
Data Departemen Kehutanan
menunjukkan lahan kritis di luar kawasan hutan mencapai 15,11 juta hektar dan
di dalam kawasan hutan 8,14 juta hektar. Hutan rusak dalam areal Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) sudah mencapai 11,66 juta hektar dan lahan bekas HPH
yang diserahkan ke PT. Inhutani 2,59 juta hektar. Mangrove yang rusak dalam
kawasan hutan telah mencapai luasan 1,71 juta hektar dan di luar kawasan hutan
sebesar 4,19 juta hektar. Total hutan yang rusak sudah mendekati angka 57 juta
hektar. Ironisnya, kapasitas lembaga yang bertanggung jawab merehabilitasi
hutan dan lahan dengan inisiatif pemerintah tak cukup kuat menangani kerusakan
yang terjadi.
Hal itu juga diperparah dengan
kenyataan bahwa melorotnya sumber air, permukaan air bawah tanah, daerah-daerah
rawa-rawa dan teluk sehingga tidak meratanya penyebaran air yang ketiadaannya
menjadi pertanda bagi kematian dan kehancuran. Fakta Gangguan layanan air minum
kembali dialami ratusan ribu warga Jakarta. Warga yang menjadi pelanggan PT
Aetra dan PT Palyja hanya dapat merasakan pasokan air pada pukul 02.00-05.00.
Itu pun dengan kondisi air yang keruh dan beraroma tidak sedap. komisaris PT
Palyja, Bernard Lafrogne menjelaskan, gangguan terjadi karena saluran air di
Curug banyak tersumbat pasir. Penurunan intensitas hujan di Bogor dalam
beberapa hari terakhir juga menjadi faktor penyebab hal itu.
Akhirnya, benda yang semula bukan
sesuatu yang susah untuk diperoleh menjadi suatu yang sangat susah dalam
pemenuhannya. Akibatnya, Fenomena membeli air jerigen demi pemenuhan dahaga, bukan
tidak mungkin lambat laun akan menghasilkan mafia air. Ketika musim hujan,
harga air akan turun, tetapi pada kemarau panjang, harganya meninggi karena
harga sudah ditentukan.
Dari permasalahan di atas, upaya
pendidikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi
dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja,
melainkan tanggung jawab setiap umat manusia, dari balita sampai manula. Setiap
orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar
kita sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun usaha yang kita
lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi
generasi anak cucu kita kelak.
Upaya pemerintah untuk mewujudkan
kehidupan adil dan makmur bagi rakyatnya tanpa harus menimbulkan kerusakan
lingkungan ditindaklanjuti dengan menyusun program pembangunan berkelanjutan
yang sering disebut sebagai pembangunan berwawasan lingkungan.
Pembangunan berwawasan lingkungan
adalah upaya peningkatan kualitas kehidupan manusia secara bertahap dengan
memerhatikan faktor lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan dikenal
dengan nama Pembangunan Berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan
merupakan kesepakatan hasil KTT Bumi di Rio de Jeniro tahun 1992. Di dalamnya
terkandung 2 gagasan penting mengenai kebutuhan dan keterbatasan. Manusia yang
menjadi subjek berkembang yang harus memenuhi semua kodrat alaminya untuk
menopang kehidupan dengan memahami kelangkaan dan keterbatasan lingkungan dalam
upaya memikirkan masa depan.
Realisasi segala upaya itu harus
didukung oleh pihak yang terkait langsung dengan lingkungan tersebut. Manusia,
secara sadar dan bertahap melaksanakan dan menjalankan konsep pembangunan
berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar